Dari Mimpi ke Pasar Global:
Perjalanan Membangun Master Bagasi
News thumbnail

Dulu, saya juga seperti kebanyakan orang—melihat produk luar negeri masuk ke Indonesia dengan begitu mudahnya. Kita sibuk memproteksi diri, bicara soal National Pride, soal mencintai produk lokal. Tapi lama-lama, saya bertanya, kenapa kita hanya bertahan? Kenapa tidak justru “menyerang”? Pertanyaan itu semakin mengusik ketika saya melihat sendiri, betapa banyaknya produk Indonesia yang luar biasa. Saya bertemu dengan pengrajin, pelaku UMKM, dan pemilik brand lokal yang punya kualitas yang tak kalah dari produk luar. Mereka bangga dengan apa yang mereka buat, tapi ada satu masalah besar: mereka terjebak di sini. Mereka ingin menembus pasar global, tapi regulasi yang rumit, biaya yang besar, dan jalur distribusi yang sulit membuat semuanya terasa mustahil.

Saat itu, saya merasa tidak bisa hanya diam. Saya mulai belajar lebih dalam soal ekspor, logistik, dan bagaimana negara lain bisa begitu mudah menjual produknya ke seluruh dunia. Saya mencari tahu, bertanya, jatuh bangun, dan berkali-kali menghadapi tembok yang seakan mustahil ditembus. Tidak sedikit yang bilang, "Susah, Hamzah. Jangan terlalu muluk-muluk."


Tapi saya justru semakin yakin. Kalau tidak ada jalannya, maka jalannya harus dibuat. Apalagi saya percaya, diaspora Indonesia merupakan pasar besar yang merindukan produk asli dari tanah airnya.
News thumbnail
News thumbnail

Saya pun mulai bekerja sama dengan banyak pihak, belajar dari pengalaman, dan membuktikan bahwa produk Indonesia tidak hanya bisa bertahan di negeri sendiri, tapi juga mampu bersaing di luar negeri. Perlahan, saya mulai membangun Master Bagasi yang bukan hanya jadi jembatan bagi produk lokal agar lebih mudah menembus pasar global, namun juga membawa identitas bangsa ke mancanegara. Melihat produk-produk lokal akhirnya bisa sampai ke tangan konsumen di luar negeri, rasanya seperti melihat mimpi yang perlahan menjadi nyata.

Saya ingat betul, salah satu pengguna Master Bagasi pernah berkata kepada saya, “Pak, saya kira jualan keluar negeri itu cuma mimpi. Saya nggak ngerti dokumen-dokumennya, saya takut barang saya nggak sampai, saya takut nanti terlalu mahal buat pembeli. Tapi pas coba pakai Master Bagasi, ternyata bisa. Dan sekarang, saya bisa bilang ke anak saya kalau produk bapaknya udah ada di luar negeri..” Saat itu, saya sadar bahwa mimpi-mimpi kecil inilah yang harus diperjuangkan.

Faktanya, ekspor itu tidak sesulit yang dibayangkan—asal kita berani mencoba dan mau berkolaborasi. Banyak pelaku UMKM yang awalnya takut melangkah, tapi setelah mereka diberi akses, pendampingan, dan solusi yang tepat, semuanya menjadi mungkin. Mereka yang tadinya hanya berjualan di pasar lokal, sekarang produknya sudah ada di berbagai negara, masuk dalam mata rantai perdagangan global. Dulu, saya hanya melihat.


Sekarang, saya bergerak. Bukan untuk sekadar mempertahankan yang kita punya, tapi untuk membawa Indonesia ke panggung dunia. Kini, saya meyakini, National Pride bukan sekadar mencintai produk sendiri, tapi soal keberanian untuk membuat dunia mencintai produk kita.
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail
News thumbnail